Kinerja PT MRT Melesat Begitu Cepat
Jakarta, TopBusiness – Kinerja PT MRT Jakarta (Perseroda) di tahun pertama beroperasi langsung menorehkan hasil yang luar biasa. Hal ini tak lepas dari respon pengguna Moda Raya Transportasi atau Mass Rail Transit (MRT) yang terus membeludak setiap harinya.
Tercatat dari mulai 1 April 2019 hingga akhir tahun lalu atau tahun pertama beroperasi total penumpang MRT mencapai 21.715.008. Angka ini berarti jika di rata-rata dalam setiap hari sebanyak 93.083 penumpang. Dengan respon publik yang positif itu, maka perseroan mencatat laba bersih di tahun pertama beroperasi sebesar Rp146,704 miliar dengan EBITDA mencapai Rp427,98 miliar. Suatu pencapaian yang luar biasa bagi perusahaan baru ini.
“Angka tersebut berarti net profit kita meningkat 207% dari tahun sebelumnya. Karena di 2019 itu kita baru beroperasi. Sementara empat tahun sebelumnya kita masih catatkan kerugian,” jelas Corporate Secretary Head Division PT MRT, Muhammad Kamaluddin, dalam proses penjurian virtual Top BUMD Award 2020 yang digelar oleh Majalah TopBusiness, Jumat (5/6/2020).
Sebagai moda transportasi yang menjadi kebanggaan publik, pengelolaan PT MRT memang cukup ciamik. Pasalnya, hal ini terlihat dari komposisi kontribusi pendapatan yang direngkuh perseroan ternyata lebih besar bukan bersumber dari tariff tiket yang dijual ke penumpang.
Tercatat, kontribusi terbesar dari periklanan mencapai 55%, kemudian kontribusi penamaan stasiun dengan brand korporasi lain atau naming rights sebanyak 33% yang terdiri dari stasiun Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, Istora Mandiri, Setiabudi Astra, dan Dukuh Atas BNI. “Dan saat ini banyak stasiun yang sudah ditawar oleh perusahaan lain untuk naming rights itu,” imbuh dia.
Kontribusi selanjutnya berasal dari telekomunikasi sebesar 2%, kontribusi retail dan UMKM sebesar 1%, dan sisanya dari tiket. “Bahkan untuk pendapatan non farebox (non tiket) sepanjang 2019 lalu mencapai Rp225 miliar atau mengalahkan pendapatan tiket yang sebesar Rp160 miliar. Dari total pendapatan mencapai Rp931,89 miliar di tahun lalu,” terang dia.
Kinerja positif MRT juga bahkan sudah menyalip studi kelayakan (feasibility study) atau FS saat mau dibangun dulu. Saat FS dulu, ditargetkan ada 65 ribu perumpang per hari, namun realisasinya mencapai 93 ribu/hari. Bahkan sempat menembus 101 ribu penumpang per hari di Maret lalu. Termasuk juga pendapatan dari tiket itu lebih tinggi dari FS dulu. “Jadi dengan pendapatan ticketing itu yang kita capai Rp146 miliar, dulu saat FS itu hanya 80%-nya,” tandas dia.
Namun sebagai transportasi massal, MRT juga ikut terdampak akibat adanya pandemi Covid-19 itu. Dalam dua bulan terakhir penumpang turun secara drastis. Dalam dua bulan itu, penumpang hanya sebanyak 2.300 per hari. Untuk itu, perseroan menargetkan saat PSBB transisi itu bisa naik menjadi 20 ribu penumpang per hari. Kemudian bulan depan ke 40 ribu penumpang per hari.
“Dan di bulan September-Oktober sudah kembali lagi di atas angka FS. Dan ini ada skenarionya. Jadi kita sudah siap antisipasi dengan adanya pandemi ini. Bahkan kalau ada second wave (gelombang kedua Covid-19) kita tetap akan survive,” terang dia.
Selain pencapaian kinerja keuangan, PT MRT juga berhasil melakukan dua pencapaian penting yakni, pembangunan kawasan berorientasi transit DKA untuk TOD Dukuh Atas, dan kedua persetujuan dari Bank Indonesia untuk menerbitkan uang elektronik Multi Trip Ticket (MTT). Bahkan saat ini, perseroan mengembangkan lagi mekanisme transaksi melalui tiket QR (quick response) MRT Jakarta.
Lebih jauh Kamaluddin menegaskan, dengan mengemban tugas dari Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pengelolaan pengintegrasian transportasi di Jabodetabek, maka pihaknya menggandeng PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan membentuk anak usaha dengan nama PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ).
Dan pencapaian selanjutnya adalah, peluncuran program MRTJ Acceleration (MRT Accel). Ini suatu proyek baru yang berfokus pada pengembangan kerja sama antara MRT Jakarta dan start up melalui program ini. Selama enam bulan perusahaan rintisan terpilih akan memiliki akses ekosistem pengguna jasa MRT, fasilitas stasiun, ratangga, dan area di kawasan berorientasi transit di sekitar stasiun.
Foto: Istimewa